Isra Mi’raj, Teori Kuantum dan Ilmu Kecoa
Oleh : H. Jagarin Pane SE MM
Peristiwa monumental
spektrum aqidah tanggal 27 Rajab adalah nilai kebenaran mutlak. Memberangkatkan Nabi Muhammad SAW dari pusat
gravitasi ibadah Masjidil Haram di Makkah Al Mukarramah menuju Baitul Maqdis di
Palestina kemudian diteruskan ke Sidratul Muntaha, merupakan rangkaian
perjalanan spektakuler yang melewati ambang batas logika kelimuan yang dimiliki
manusia.
Dalam perkembangan ilmu
fisika modern, peristiwa empat belas abad yang lalu telah dapat dibuktikan
dibuktikan melalui teori kuantum.
Pembuktian ini telah dilakukan oleh ilmuwan AS Richard Feyman dan Dr
Ivan Geiver, keduanya adalah pemenang Nobel Fisika. Teori kuantum dalam
pengujian mereka dapat menjelaskan bahwa suatu partikel dapat dipindahkan
menembus batas dinding tanpa mengalami kerusakan. Dalam ujicoba berikutnya kedua Ilmuwan
menjelaskan secara empiris bahwa teleportasi (perpindahan fisik seseorang) yang
dapat menembus ruang pembatas adalah rasional.
Junjungan kita Nabi
Muhammad SAW dengan kesempurnaan keimanannya dapat melakukan special treatment
terhadap dirinya untuk mampu melewati batas energi ambang, mengalami derajat
emanasi kemudian eksitasi dan akhirnya kuantum. Ketika melewati batas energi
ambang ini terjadilah perubahan partikel diri menjadi susunan elektron yang
tereksitasi sehingga terjadi loncatan secepat cahaya.
Dalam spektrum yang
lain, istilah memberangkatkan terkait dengan ketersediaan wahana untuk
keselamatan dan kecepatan perjalanan spektakuler itu. Dalam batas nilai
tertinggi jangkauan ilmu pengetahuan manusia, hal itu sudah dapat
dibuktikan. Maka perjalanan semalam
melewati jutaan kilometer menembus galaksi tata surya untuk menemui Sang
Khalik, Allah Azza Wa Jalla adalah keniscayaan yang tak terbantahkan. Ini pembuktian teori kuantum.
Teori kuantum
menggambarkan loncatan kuanta energi yang disebut elektron dimana partikel ini
dapat mengalami eksitasi akibat pengaruh getaran, pemanasan atau pemancaran.
Sehingga terjadi transfer energi
elektromagnetik. Teori ini merupakan lanjutan teori Newton dan teori Einstein
yang menggambarkan adanya hukum kekekalan energi.
Menjelaskan kekuatan
ilmu pengetahuan untuk perkembangan ilmu itu sendiri haruslah dilhat dari
perspektif adanya tambahan rumus sebab akibat yang dapat dijelaskan dari
perkembangan rangkaian sebab akibat itu. Sebagai pijakan yang menjadi fundamen
cara pandang, untuk memandang luasnya semesta ini, diperlukan konstitusi aqidah
sebagai awal dan pengawal proses ilmu pengetahuan. Allah Azza Wa Jalla telah memberikan konstitusi itu kepada
ummatnya, kitab suci rahmatan lil alamin Al Quranul Karim.
Al Quran banyak
memberikan penjelasan historis jauh sebelum Nabi Muhammad lahir. Dan sekaligus memberikan pula penjelasan perspektif
yang dalam konteks ilmu pengetahuan “present tense” pada sejarah ilmu itu
sendiri. Ini menjadikan kita terpana dan
terpukau karena belum terjangkau oleh kemampuan ilmu pengetahuan. Alam
metafisika dan ghaib yang dijelaskan dalam firman Allah sudah banyak yang dapat
dibuktikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Contohnya bulan yang pernah
terbelah dapat dibuktikan kemudian dalam perjalanan ke bulan oleh astronot AS. Sayangnya
banyak diantara kita yang hanya bisa membanggakan kemampuan ilmu pengatahuan
dan berdiri hanya pada batas ilmu pengetahuan itu. Sehingga kita melupakan awal
dan pengawal sumber ilmu pengetahuan, sumber kebenaran mutlak kumpulan firman
Allah Al Quran.
Ada kisah menarik
“pembicaraan” dua ekor kecoa di Bandara Soekarno Hatta Jakarta ketika keduanya
bertemu di koridor pengambilan bagasi.
Satu kecoa berasal dari Medan, yang satunya kecoa Bandara itu.
“Hai pa kabar” kata
kecoa Medan
“Hi, sok kenal lu” kata
kecoa Jakarta
“Kenalan dong” kata
kecoa tamu sambil menyodorkan misainya
“Aku ini ada dimana ya”
lanjutnya dengan logat Medan
“Belagu lu, ini Jakarte
tau”
“Perasaanku tiga jam
yang lalu aku ada di Medan”
“Emang Medan itu ada
dimane” kata kecoa ibukota
“Ya di Medan lah,
soalnya ketika pak Jagarin membawa kopernya yang lupa dibersihkan, aku ada
didalamnya dan gak sempat keluar”
“Pak Jagarin itu siapa
sih” kata kecoa Bandara melongo
“Nah ketahuan begonya
kau, dia itu yang nulis cerita ini”
“Au ah gelap, lu mau
ngomong apa kek, emang gue pikirin” kata kecoa Jakarta sambil ngeloyor pergi
menyelinap celah koridor bagasi.
Di celah itu kecoa
ibukota merenung sesaat, mana mungkin temannya itu datang dari Medan
menyeberangi ribuan kilometer darat dan menyeberangi laut, pikirnya. Dan
setelah dia “olah pikir” sampai pening tak ketemu jua jawabannya sehingga dia
tiba pada satu kesimpulan bahwa kecoa Medan itu hanya bohong doang.
Maka demikianlah Allah
Azza Wa Jalla mendefinisikan ilmu pengetahuan kita yang menurut kita sudah
paling unggul, paling terkini, modern dan perkasa. Ketika jangkauan ilmu manusia belum mampu
membuktikan berapa sebenarnya jumlah planet di galaksi tata surya, Allah sudah
mengatakan jauh-jauh hari bahwa dalam pandanganNya ilmu pengetahuan kita baru
setetes air di samudera luas. Bahkan dalam pencarian MH370 saja segala upaya
teknologi terkini yang dimiliki manusia belum mampu menemukan raibnya pesawat
naas itu. Maka celakalah orang yang
menuhankan ilmunya.
Sesungguhnya ilmu
pengetahuan itu adalah eksperimen dan proses internal dari perkembangan budaya
yang memerlukan pembuktian untuk dapat diyakini panca indra dan logika. Padahal pancaindra itu “jarak pandangnya”
terbatas. Sehingga ketika kita berada di luar jarak pandangnya, menjadi irasional
dan nisbi. Demikian juga dengan logika yang selalu bermain di formula
pembuktian, ketika belum dapat dibuktikan dianggap tidak logis. Dengan begitu
marilah kita membaca dan menelaah Al Quran untuk mencerdaskan nur’aini dan
rohani. Agar kita tidak terbodohi dengan
kebanggaan ilmu pengetahuan dan melupakan awal dan pengawal ilmu pengetahuan Al
Quran.
Subhanallah, betapa
luasnya karya ciptaMu membentang vertikal dan horizontal. Sampai hari ini kami belum dapat menjangkau
tepian akhir galaksiMu yang demikian mahanya. Bahkan kami pun belum dapat
membuktikan mengapa bumi tempat kami bermukim menggantung tanpa gaya berat. Ya
Rabb, semua itu adalah qodrat dan iradatMu, semua itu adalah bagian dari
penciptaanMu, sehingga tidak Engkau jadikan kami memiliki ilmu kecoa, sehingga
tidak Engkau jadikan kami kecoa, dan kami memang bukan kecoa karena kami adalah
makhlukMu yang paling mulia dengan jabatan khalifah fil ardhi. Subhanallah
walhamdulilah walailaha ilallah wallahu akbar.
****
Semarang, 17 April 2014