Pejabat Rais Aam PBNU KH A. Mustofa Bisri mengatakan, saat ini NU sebagai
jam’iyyah (organisasi) belum bisa berjalan optimal dan masih sebatas kumpulan,
komunitas atau jama’ah.“NU itu wadahnya jam’iyyah modern,
tapi isinya jama’ah tradisional,” katanya pada taushiyah di Gedung PCNU, Jalan
Pemuda No.51 Jepara, Sabtu (21/2). Untuk itu, lanjut Gus Mus,
diperlukan kajian dan langkah yang serius untuk memadukan kekuatan jama’ah dan
kesadaran jam’iyyah di kalangan warga NU. Gus Mus menyebut itu tantangan
internal.
Menurut Gus Mus, tantangan
internal tersebut kelihatannya sederhana, tapi sangat penting agar NU tidak
diobok-obok oleh kekuatan yang ingin memecah-belah kekuatan NU,
menghadap-hadapkan kiai dan santri, kalangan tua dan muda dengan isu Islam
syariah dan Islam liberal, isu Syiah-Sunni dan sebagainya. Hal itu terjadi
karena hingga saat ini NU belum kuat. Padahal jika jam’iyyah NU kuat,
menurut Pengasuh Pesantren Raudlatul Thalibin Rembang Rembang ini, maka NU
tidak perlu galau karena 60 juta warga NU akan mematuhi aturan organisasi
secara baik.
Tantangan NU yang kedua, lanjut
dia, adalah tantangan yang bersifat internasional karena muncul organisasi
Islam yang justru mencemarkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. Mereka
memekikkan takbir malah melakukan pemboman. Mereka membawa bendera bertuliskan
laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah, tapi membakar dan membunuh orang.
Sehingga semakin banyak orang di eropa dan amerika yang anti-islam (islamophobia). Karena itu, menurut dia, tugas
para pengurus NU makin berat. Tantangan internal dan internasional mengharuskan
warga nahdliyyin harus waspada. Gerakan memecah-belah Indonesia dilakukan
dengan cara membenturkan antar warga NU karena NU adalah organisasi sosial
keagamaan yang paling istiqomah dalam mempertahankan Pancasila dan NKRI.
Perlu didirikan pusat kajian ke-NU-an
Pada kesempatan yang dihadiri 500 Pengurus Cabang, Majelis Wakil Cabang (MWC) dan ranting se-Kabupaten Jepara, Gus Mus meminta agar pemikiran, pemahaman dan amaliah warga NU dikaji secara ilmiah sebagai dasar pijakan pengembangan potensi warga NU. “Saya merasa perlu didirikan pusat kajian ke-NU-an di Jepara karena sejak ayah saya dulu sampai saya jadi Plt Rais Aam sekarang, ke-NU-an orang Jepara sangat kental dan tidak diragukan lagi,” tutur kiai yang akrab disapa Gus Mus ini.
Menurut Gus Mus, di Jepara mulai
bintang film sampai bupatinya adalah NU. Dulu tiap podium pengajian selalu ada
lambang NU. Hampir tiap desa ada lailatul ijtima’.“Bahkan orang Jepara sampai gelut
gara-gara rebutan pengakuan sebagai orang NU,” katanya. Yang tak kalah penting,
lanjut dia, adalah berdirinya Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) di
Jepara. Ia melanjutkan, pemikiran dan
pemahaman terhadap ajaran Islam ala NU sangat penting, tidak hanya di Indonesia
tapi juga dunia. Para pengamat NU seperti Martin Van Bruinessen, Andree
Feillard, dan Mitsuo Nakamura merasa heran karena NU tidak ada matinya.
(Sumber : NU_Online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar