Awal
Munculnya Aswaja
Aswaja (ahlussunnah wal jama`ah) sesungguhnya identik dengan pernyataan Nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa : "Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk neraka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?", lalu Rosulullah menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para Sahabatku.
Artinya perbuatan dan tindak tanduk Rasulullah dan Sahabat, maka ia di sebut golongan Aswadul adzom.
Di wilayah sejarah, proses pembentukan Aswaja terhampar hingga zaman Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun, yakni dimulai sejak terjadi Perang Shiffin yang melibatkan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dengan Muawiyah. Bersama kekalahan Khalifah ke-empat tersebut, setelah dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, ummat Islam makin terpecah kedalam berbagai golongan seperti dijelaskan diatas .
Aswaja (ahlussunnah wal jama`ah) sesungguhnya identik dengan pernyataan Nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa : "Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk neraka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?", lalu Rosulullah menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para Sahabatku.
Artinya perbuatan dan tindak tanduk Rasulullah dan Sahabat, maka ia di sebut golongan Aswadul adzom.
Di wilayah sejarah, proses pembentukan Aswaja terhampar hingga zaman Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun, yakni dimulai sejak terjadi Perang Shiffin yang melibatkan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dengan Muawiyah. Bersama kekalahan Khalifah ke-empat tersebut, setelah dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, ummat Islam makin terpecah kedalam berbagai golongan seperti dijelaskan diatas .
Di antara kelompok-kelompok itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh Imam Abu Sa’id Hasan ibn Hasan Yasar al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama Imam Hasan al-Bashri, yang cenderung mengembangkan aktivitas keagamaan yang bersifat kultural (tsaqafiyah), ilmiah dan berusaha mencari jalan kebenaran secara jernih. Komunitas ini menghindari pertikaian politik antara berbagai faksi politik (firqah) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya mereka mengembangkan sistem keberagamaan dan pemikiran yang sejuk, moderat dan tidak ekstrim. Dengan sistem keberagamaan semacam itu, mereka tidak mudah untuk mengkafirkan golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian politik ketika itu.
Pengikut Ahlus Sunnah wal Jama`ah sesungguhnya
Seirama dengan perjalanan waktu, sikap dan pandangan tersebut dalam uraian diatas diteruskan ke generasi-generasi Ulama setelah beliau, di antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu’man (w. 150 H), Imam Malik Ibn Anas (w. 179 H), Imam Syafi’i (w. 204 H), Ibn Kullab (w. 204 H), Ahmad Ibn Hanbal (w. 241 H), hingga tiba pada generasi Abu Hasan Al-Asy’ari (w 324 H) dan Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H).
Kepada dua Ulama terakhir inilah permulaan faham Aswaja sering dinisbatkan; meskipun bila ditelusuri secara teliti benih-benihnya telah tumbuh sejak dua abad sebelumnya. Perkataan Ahlussunah wal Jama’ah kadang-kadang dipendekkan menyebutnya dengan Ahlussunah saja, atau Sunni saja dan kadang-kadang disebut ‘Asy’ari atau Asya’irah, dikaitkan kepada guru besarnya Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari.
Berkata Sayid Mutadha az Zabidi, pengarang kitab “Ittihaf Sadaatul Muttaqin”, yaitu kitab yang mensyarah kitab “Ihya Ulumuddin”, karangan Imam Ghazali :
Artinya : Apabila disebut “Ahlussunah wal Jama’ah” maka yang dimaksudkan dengan ucapan itu ialah paham atau fatwa-fatwa yang disiarkan oleh Imam Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi (I’tihaf jilid II, halaman 6).
“Apabila disebut nama Ahlussunnah secara umum, maka maksudnya adalah Asya’irah (para pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari) dan Maturidiyah (para pengikut faham Abu Manshur al-Maturidi” (Ithaf Sadat al-Muttaqin, Muhammad Az-Zabidi, juz 2, hal. 6.)
“Adapun hukumnya (mempelajari ilmu aqidah) secara umum adalah wajib, maka telah disepakati ulama pada semua ajaran. Dan penyusunnya adalah Abul Hasan Al-Asy’ari, kepadanyalah dinisbatkan (nama) Ahlussunnah sehingga dijuluki dengan Asya’irah (pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari)” (Al-Fawakih ad-Duwani, Ahmad an-Nafrawi al-Maliki, Dar el-Fikr, Beirut, 1415, juz 1, hal. 38).
“Begitu pula menurut Ahlussunnah dan pemimpin mereka Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi” (Al-Fawakih ad-Duwani, juz 1 hal. 103)
“Dan Ahlul-Haqq (orang-orang yang berjalan di atas kebenaran) adalah gambaran tentang Ahlussunnah Asya’irah dan Maturidiyah, atau maksudnya mereka adalah orang-orang yang berada di atas Sunnah Rasulullah Saw. maka mencakup orang-orang yang hidup sebelum munculnya dua orang Syaikh tersebut, yaitu Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi” (Hasyiyah Al-’Adwi, Ali Ash-Sha’idi Al-’Adwi, Dar El-Fikr, Beirut, 1412, juz 1, hal. 105)
“Dan yang dimaksud dengan Ulama adalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, dan mereka adalah para pengikut Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi radhiyallaahu ‘anhumaa (semoga Allah ridha kepada keduanya)” (Hasyiyah At-Thahthawi ‘ala Maraqi al-Falah, Ahmad At-Thahthawi al-Hanafi, Maktabah al-Babi al-Halabi, Mesir, 1318, juz 1, hal. 4)
DALAM LITERATUR SEJARAHNYA TIDAK ADA SATUPUN PENJELASAN BAHWA AHLUSSUNNAH ITU NISBAH KEPADA MUHMMAD BIN ABDUL WAHAB PENDIRI WAHABI SALAFI ATAU DULU DIKENAL DENGAN NAMA SEKTE MU`AWIDDUN
Nama Wahabi tidak dikenal sama sekali dan baru muncul abad ke 17. Lgi pula nisbahnya ke Muhammad bin Abdul Wahab. Jika pengikut Wahabi Salafi mengaku “AHLUSSUNNAH BERMANHAJ SALAF” tentu tidak akan nisbah ke Muhammad bin Abdul Wahab yang jaraknya amat jauh dari generasi awal. Ini artinya Ahlussunnah versi Wahabi berbeda maksudnya walau mengatas namakan Ulama Salaf karena jelas mereka justru memahami Sunnah melalui akal Ijtihad Muhammad bin Abdul Wahab terlebih dahulu. Sedangkan Aswaja langsung memahami Sunnah pada kajian Ulama besar Aswaja yang rata rata memang Ulama Salaf dan tentunya lebih ORIGINAL ( tidak dikurangi dan tidak pula di lebih lebihkan).
Untuk memahami Sunnah sebenarnya agar tetap benar maka HUKUM SANAD adalah
NOMOR SATU karena jika keluar dari kaidah Sanad maka gurunya adalah syetan,mengada ada. Bisa berkurang dan bisa di tambah tambahi agar ajarannya diterima sebagimana sekte yang keluar dari al jama`ah dan tentu hal begini meragukan (subhat ). Ajaran yang subhat begini namanya juga meragukan harus di tinggalkan kalau tak ingin makin dalam rusak pemahaman. Sesungguhya syetan dan dajal itu menciptakan perkara perkara subhat, dan yang salah kelihatan benar dan yang benar kelihatan salah.
Hanya insan-insan yang JELI bisa membedakan. Hal itu bisa
dipahami dan
di dorong dengan Ilmu yang didapat dari jalan SANAD, bukan menduga duga dengan akal
sendiri benar atau salahnya. Ingat yang dirasa masuk akal belum tentu
benar, dan
yang dianggap benar belum tentu masuk akal (ajaran syetan). Sesungguhnya agama ini kokoh bukan karena akal pribadi melainkan DALIL
yang jelas dan tidak subhat dan
tentunya dalil ini hanya di dapat dari dokumen asli dan uraiaan Ulama
bersanad. Sekali lagi ingatkanlah bahwa hukum Sanad itu sesungguhnya MENGUTAMAKAN AMANAH generasi sebelumnya
dan keberanian
luas biasa di bawah Sumpah”
DEMI ALLAH”
dengan siap dalam setiap “RESIKO”
Lihatlah perkataan Ulama Salaf :
Berkata Imam Syafii : “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu”
(Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
Berkata pula Imam Ibnul Mubarak : “Belajar ilmu yang tak punya sanad bagaikan menaiki atap namun tak punya tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
Dan sebagai bahan pertimbangan maka perlu juga diperhatikan hal hal berikut JIKA MEMANG MENGIKUTI JEJAK RASULULLAH :
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Aalihi wa Sallam bersabda,” Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaaah ( Khilafah Islam ), maka ia mati sebagaimana bangkai jahiliyyah “ ( H.R. Muslim ).
Nabi juga memerintahkan supaya berpegang teguh pada jamaah mayoritas. Dari Anas bin Malik Ra berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.” [HR. Ibnu Majah (3950), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1220) dan al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin (2069).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168). “Barangsiapa yang menolak sunnahku maka bukan dari golonganku” (Shahih Bukhari).
Segala puji bagi Allah dan kemuliaan Nabi Muhammad bin Abdullah. Alhamdulillah sampai sekarang Aswaja berdiri KOKOH dan tetap menjadi kelompok besar walau banyak tantangan untuk menjaga eksistensinya di dunia Islam. Subhanallah.
Lihatlah perkataan Ulama Salaf :
Berkata Imam Syafii : “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu”
(Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
Berkata pula Imam Ibnul Mubarak : “Belajar ilmu yang tak punya sanad bagaikan menaiki atap namun tak punya tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
Dan sebagai bahan pertimbangan maka perlu juga diperhatikan hal hal berikut JIKA MEMANG MENGIKUTI JEJAK RASULULLAH :
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Aalihi wa Sallam bersabda,” Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaaah ( Khilafah Islam ), maka ia mati sebagaimana bangkai jahiliyyah “ ( H.R. Muslim ).
Nabi juga memerintahkan supaya berpegang teguh pada jamaah mayoritas. Dari Anas bin Malik Ra berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.” [HR. Ibnu Majah (3950), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1220) dan al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin (2069).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168). “Barangsiapa yang menolak sunnahku maka bukan dari golonganku” (Shahih Bukhari).
Segala puji bagi Allah dan kemuliaan Nabi Muhammad bin Abdullah. Alhamdulillah sampai sekarang Aswaja berdiri KOKOH dan tetap menjadi kelompok besar walau banyak tantangan untuk menjaga eksistensinya di dunia Islam. Subhanallah.
*****
Jagarin Pane / Dari Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar