Bismillahirrohmanirrohiim

Bismillahirrohmanirrohiim

Sabtu, 25 Agustus 2018

Cerita Kyai (Serial)


Nasehat dinihari itu adalah ruang kebeningan paling indah dan senyap, begitu Kyai memulai lantunan kalimatnya, ketika para santri menyelesaikan sembah sujudnya di selimut dinihari sebuah Jumat.  Ini kebiasaan yang menjadi tatacara keseharian, bangun jam 03.00 sampai menjelang subuh diisi dengan kalimat-kalimat barokah dan hidayah. Terbiasa yang menjadi kebiasaan untuk menguatkan fikroh dan ghiroh based on mauidoh.

Mengapa ketika kalimat-kalimat tausiyah diperdengarkan berulang-ulang tetapi banyak orang gagal mendatangi rumah Allah untuk sholat berjamaah atau berperan serta membaguskan rumah Allah. Jawabnya sederhana, kata Kyai, karena tidak ada fikroh dan ghiroh yang tersaring di hatinya. Rekaman-rekaman akidah yang dimulai sejak kecil minim volume sehingga ketika dewasa dan tua menjadi barisan paling belakang untuk beramaliyah.

Kita ini beruntung tinggal di pesantren yang ada Masjid sejarahnya. Dimana-mana jika ada Masjid bersejarah di sebuah lingkungan, maka lingkungannya ikut manjadi “Kauman” alias banyak yang pintar mengaji, memakmurkan Masjid dan berakhlak mulia. Nah, jka ada Masjid bermarwah, punya karomah tapi di lingkungannya tidak terbangun masyarakat berkarakter santri sepanjang usia Masjid itu, pasti ada anomali sejarah di lingkungan itu.

Something wrong kata Kyai melanjutkan. Pasti ada yang salah, apa itu, boleh jadi dulu-dulunya tidak ada yang mau mengajarkan Al Quran. Tidak ada yang mengajarkan sikap rendah hati, toleran dan sederhana. Yang diajarkan mungkin saja sikap angkuh, merasa paling bisa dan merasa dari keluarga terhormat. Keluarga dan turunannya dibangun dengan semangat tinggi hati, angkuh, egois dan merasa yang paling paham agama.  Jadilah lingkungan anomali, ada peminum, penjudi dan ahli maksiat. Lingkungan seperti ini tak mungkin bisa memakmurkan Masjid.

Bisa jadi juga karena basis keluarga yang dibangun tidak sesuai tuntunan. Misalnya ingin berkeluara, punya istri tetapi bertahun-tahun tak punya anak. Lalu cari istri kedua tanpa melihat bibit bebet dan bobot, yang penting bisa punya anak. Akhirnya dapat perempuan pelacur. Kumpul kebo dulu baru dinikahi karena sudah yakin bisa dapat anak. Dalam perjalanannya ternyata si istri hobbynya berselingkuh karena profesi lama dan si suami tak berdaya karena miskin religi dan miskin wawasan.

Mengapa itu bisa terjadi, jawabnya jelas kurang memahami agama. Tak bisa ngaji Al Quran, kurang wawasan dan - ini yang terpenting - rekaman akidahnya tidak mencerminkan fikroh dan ghiroh al islam. Jadi seperti jalan cerita sinetron, semrawut pola pikir dan tindaknya, istri selingkuh lingkungan dibuat gaduh. Ironinya lagi Masjid yang nota bene tempat beribadah yang sudah panjang usianya dijadikan sumber fitnah, lalu koar-koar dan bilang : dulu ada yang menjadi Takmir, waktu mati kuburannya tidak muat.  Astaghfirullah.

Orang berkarakter begini sebenarnya seperti pepatah menepuk air didulang kena muka sendiri. Perjalanan hidupnya yang tak terarah, modal pengetahuan agamanya yang minim ditutupi dengan hobby menghasut dan mengklaim, menuduh orang maksiat padahal rumahnya sendiri penuh dengan maksiat. Mengapa ini bisa terjadi jawabnya mudah saja minim pendidikan, minim wawasan, minim pengetahuaan agama. Jadi serba minimalis.

Maka, para santri yang masih remaja, kata sang Kyai, isilah hati nuranimu dengan rekaman akidah, dengan rekaman kalimat barokah, dengan lantunan bahasa karomah. Pelajari Al Quran dan Al hadits, kembangkan amaliyah annahdilyah sebagai penguat fkroh dan ghiroh. Perkuat juga wawasan teknologi, ilmu pengetahuan dan wawasan kebangsaan. Sehingga ketika kita dewasa nanti lalu menemukan sebuah lingkungan yang penuh maksiat kita mampu berjalan dan menjalaninya dengan amanah, istiqomah dan fathonah.

Kalian akan beranjak dewasa, jadilah seperti ikan di laut. Meski air lautnya asin, ikannya tetap tawar. Bergaullah dengan orang yang setara wawasan akidahnya. Kalau kita bergaul dengan komunitas peminum, penjudi, ahli maksiat, ahli fitnah maka ujian terberatnya adalah menjaga amanah dan istiqomah kita.  Maka upaya yang paling pas adalah hindari komunitas jahiliyah itu. Hidayah adalah hak prerogatif Allah, maka nasehat dinihari seperti ini adalah dalam rangka memeluk hangat hidayah yang sudah kita genggam. Semoga barokah.

Semarang, 20 Agustus 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar